Cari Blog Ini

Jumat, 29 Desember 2017

“Balada Wedang Madu”



            Hidup, mati, jodoh dan rejeki itu kuasa Ilahi. Tak ada yang tau kapan kita akan mati. Tak ada yang bisa meramal  kita akan berjodoh dengan siapa dan tak ada yang bisa mengira hari ini akan mendapat rejeki seberapa. Tugas kita hanya berusaha dan tanpa berhenti berdo’a.
            Berikut ini adalah sepenggal  kisah sepasang suami istri dari suku yang sebenarnya sama. Sama-sama suku Jawa. Walaupun satu suku tapi memiliki perbedaan-perbedaan yang unik. Karena sesungguhnya sebuah ikatan pernikahan adalah menyatukan perbedaan, bukan menyamakan.
            Sepasang suami istri tersebut walaupun sama suku Jawa, sang istri Jawa tulen lahir dan besar di tanah Jawa, sedangkan sang suami termasuk Pujasera singkatan dari putra jawa sumatera. Kelahiran sumatera tetapi nenek moyangnya termasuk suku Jawa yang pindah ke Sumatera.

Apakah suku Jawa memiliki bahasa yang sama persis?
Jawabannya belum tentu.

            Sekalipun dikatakan satu suku, tapi jika sudah beda propinsi, beda kota pasti sedikit atau banyak ada perbedaan kosa kata bahasanya. Bahkan sekalipun masih satu kota jangan harap bisa sama persis bahasanya. Beda kecamatan dan kelurahan saja pasti ada perubahan. Itulah uniknya Indonesia “Bhineka Tunggal Ika” berbeda-beda tetapi tetap satu jua Bangsa Indonesia.
            Dalam berumah tangga sepasang suami istri ini memutuskan untuk menggunakan bahasa Indonesia  dalam kehidupan sehari-hari agar kelak memudahkan anak-anaknya untuk berkomunikasi dengan lingkungan sekitar. Apalagi Batam sebagian besar penduduknya pendatang dari berbagai daerah Jawa, Batak, Papua, Medan, Flores dan lain-lain. Lebih aman memakai bahasa persatuan bahasa Indonesia. Walaupun terkadang masih terselip kosakata bahasa daerah.

“Mi, tolong buatin wedang madu”, pinta suami.
“Iya bi”, jawab sang istri.
Sang istri ke dapur mengambil gelas. Dimasukkan kopi 1 sendok ditambah madu kurang lebih 3 sendok dan memanaskan dispenser. Setelah air dirasa panas, dituang ke gelas yang berisi madu dan kopi hitam.
Tak berapa lama wedang madu pesanan sang suami sudah tersedia dan diletakkan di meja. Sang istri melanjutkan pekerjaannya beres-beres rumah.
Sumber: TX Travel Pusat, Wisata Kopi
“Mi, mana wedang madunya.”, tanya suami.
“Itu Bi, di meja”, jawab istri.
“Dimana.... nggak ada ni”, tanya suami.
“Masya Allah, ini lho bi, tengoklah ni”, sang istri datang menghampiri suaminya sambil mendekatkan gelas berisi wedang madu ke suaminya.
Sang suami terheran berkerut alisnya, “Ini apaan”
“Ya, wedang madu lah. Tengok ni”
“Khan Abi minta wedang madu kok dibikinin kopi”, kata suami.
“Loh iya, minta wedang madu khan. Ini tadi dah ummi kasih kopi sama madu” jelas sang istri.
“Masak wedang madu kayak gini. Wedang madu itu air panas ya air wedang dikasih madu. Bukan dikasih kopi.” Kata suami.
“Ya enggaklah, namanya wedang itu ya kopi. Trus abi minta dikasih madu, tadi udah ummi tambahin madunya. Dah bener khan?” kata istri.

Deg. Astagfirullah, Barulah sang istri ingat ibu mertuanya pernah menyebut air panas dengan kata “wedang”. Di tempat tinggal salah satu sahabatnya sewaktu SMA mereka mengatakan air panas itu juga dengan sebutan “wedang”. Sedangkan di daerah tempat kelahiran sang istri artinya sedikit berbeda  “wedang artinya air kopi”.


Apa mau dikata, kopi sudah dicampur dengan madu, diminumlah itu dulu.......hihihi

Thanks Mbak Vidi Tampi yang sudah menentukan tema kali ini.

Manfaat kembang 7 rupa

  Indonesia memiliki kekayaan yang belum tentu dimiliki oleh negara lain. Seperti contohnya tanaman berupa bunga. Berbagai macam dan jenis b...