Menciptakan sebuah rumah layaknya surga.........
Bukan perkara mudah bukan?......
Baiti Jannati. Sering kita
dengar kata-kata indah ini harapan bagi semua orang. Memang, itu bagian dari
do’a-do’a kita sehari-hari walaupun dalam prosesnya selalu ada kerikil-kerikil
yang membuat kita tersandung. Terkadang jatuh sakit karena sandungan. Dibalik ujian
ada hikmah yang luar biasa. Ujian membuat kita semakin pintar, semakin cerdas
dan semakin bersemangat untuk terus menimba ilmu tiada kenal waktu.
“Sesungguhnya bersama kesulitan ada
kemudahan.” (QS. As-Syarh 94:6)
Alhamdulillah...... Yang sering kita dengar ceramah/ tausiah dari
alim ulama, kondisi surga nikmatnya tak terbayangkan oleh kita. Seenak-enaknya
di dunia, lebih enak disurga. Sedikit gambaran kehidupan surga, tak ada
kata-kata yang kotor, tak ada teriakan, tak ada pertengkaran, tempatnya bersih,
suci, sesama penghuni surga saling senyum dan sapa. Apakah itu sudah tercipta
di rumah kita.
Jangan
berkecil hati. Kita semua sedang berusaha menciptakannya. Walaupun kondisi
rumah tak pernah sepi dari teriakan si kecil rebutan mainan dengan kakaknya,
atau kakaknya sengaja menggoda si adik. Rumah rapi hanya bertahan 10 menit kemudian
berantakan lagi. Tak bertahan lama karena
mainan dikeluarkan dari kotaknya, ekspresi ide-ide kreatif si kecil yang
tiba-tiba muncul. Belum tumpukan baju yang kadang suka ditaruh sembarangan.
Sisa makanan yang berserakan. Huft...... Menambah panjang daftar pekerjaan
rumah yang harus dikerjakan. Bila seorang ibu sendirian yang mengerjakan mau
sampai kapan itu akan kita lakukan. Maka sudah saatnya kita mengajak seluruh
anggota keluarga untuk mengerjakan bersama-sama. Bantuan kecil mereka sangat bermakna
dan bagi si kecil itu merupakan langkah awal dari latihan skill kemandirian.
Bagi
saya dengan 3 anak gadis kecil, latihan-latihan kemandirian itu sedikit demi
sedikit saya terapkan. Walaupun terkadang dalam beberapa hari bisa berjalan
dengan lancar, tapi di hari berikutnya sudah tidak konsisten lagi. Memang perlu
keistiqomahan.
Ada
salah satu hal unik ketika melatih kemandirian mereka. Ini terjadi pada anak
kedua saya yang berumur 7 tahun. Dina
panggilannya. Bila saya membangunkan dengan cara yang biasa, ekspresi mukanya
bisa cemungut manyun dan ditambah lagi lama...... baru bangun pagi. Dan alhamdulillah
saya menemukan cara untuk membangunkan si kakak dengan cara yang membuatnya
tidak manyun lagi dan juga lebih cepat dari biasanya.
Ketika
di kamar saya akan menyentuh pelan-pelan tangannya, sambil memanggil dengan
pelan, “Kakak Di...na..... Kak....ayuuk.... yuk bangun. Mau barengan sholat
subuh nggak?” Ucapan disertai senyum. Panggilan ini biasanya diulang 2-3 kali.
Panggilan pertama membuatnya membuka mata, kemudian uniknya di panggilan ke-2
barulah si kakak mau bangun tapi selalu minta tangan di tarik sampai posisi badannya duduk atau berdiri. Biasanya selalu saya katakan duduk dulu baca
do’a setelah beberapa menit baru berdiri.
Bila
saya terlupa menarik tangannya seperti posisi menolong orang untuk duduk atau
berdiri, pagi-pagi si kakak jadi bad mood. Yang mengakibatkan rengekan/
tangisannya. Subhanallah ternyata hal sederhana menurut saya, tapi penting
untuk si kakak.
Apakah cara ini bisa diterapkan untuk kedua
anak saya yang lain. Ternyata tidak karena setiap anak punya keunikan sendiri
untuk mengungkapkan keinginannya untuk diperlakukan seperti apa. Cara unik
membangunkan si kakak ini bisa saya katakan sebagai salah bahasa kasih di antara
kami. Dan masih banyak sekali bahasa-bahasa kasih yang bisa kita ciptakan dan
terapkan. Jujur kami pun masih harus banyak belajar dan bertanya kepada ibu-ibu yang sudah lebih banyak pengalamannya daripada kami yang masih harus banyak-banyak instrospeksi diri ini. Semoga kita sebagai ibu bisa mendorong terciptanya “Rumahku Surgaku”.
Note :
Terima kasih untuk kepala suku Institut Ibu
Profesional Batam Mbak Erli, yang sering berbagi ilmu-ilmu dan mantra-mantra
kasihnya dalam keluarga. Untuk ilmu dan mantra yang lain, Click here https://mamakrucilsblog.wordpress.com