Hidup,
mati, jodoh dan rejeki itu kuasa Ilahi. Tak ada yang tau kapan kita akan mati.
Tak ada yang bisa meramal kita akan
berjodoh dengan siapa dan tak ada yang bisa mengira hari ini akan mendapat
rejeki seberapa. Tugas kita hanya berusaha dan tanpa berhenti berdo’a.
Berikut
ini adalah sepenggal kisah sepasang
suami istri dari suku yang sebenarnya sama. Sama-sama suku Jawa. Walaupun satu
suku tapi memiliki perbedaan-perbedaan yang unik. Karena sesungguhnya sebuah
ikatan pernikahan adalah menyatukan perbedaan, bukan menyamakan.
Sepasang
suami istri tersebut walaupun sama suku Jawa, sang istri Jawa tulen lahir dan
besar di tanah Jawa, sedangkan sang suami termasuk Pujasera singkatan dari
putra jawa sumatera. Kelahiran sumatera tetapi nenek moyangnya termasuk suku
Jawa yang pindah ke Sumatera.
Apakah suku Jawa memiliki bahasa
yang sama persis?
Jawabannya belum tentu.
Sekalipun
dikatakan satu suku, tapi jika sudah beda propinsi, beda kota pasti sedikit
atau banyak ada perbedaan kosa kata bahasanya. Bahkan sekalipun masih satu kota
jangan harap bisa sama persis bahasanya. Beda kecamatan dan kelurahan saja
pasti ada perubahan. Itulah uniknya Indonesia “Bhineka Tunggal Ika”
berbeda-beda tetapi tetap satu jua Bangsa Indonesia.
Dalam
berumah tangga sepasang suami istri ini memutuskan untuk menggunakan bahasa
Indonesia dalam kehidupan sehari-hari
agar kelak memudahkan anak-anaknya untuk berkomunikasi dengan lingkungan
sekitar. Apalagi Batam sebagian besar penduduknya pendatang dari berbagai
daerah Jawa, Batak, Papua, Medan, Flores dan lain-lain. Lebih aman memakai
bahasa persatuan bahasa Indonesia. Walaupun terkadang masih terselip kosakata
bahasa daerah.
“Mi, tolong buatin wedang madu”, pinta suami.
“Iya bi”, jawab sang istri.
Sang istri ke dapur mengambil gelas. Dimasukkan
kopi 1 sendok ditambah madu kurang lebih 3 sendok dan memanaskan dispenser.
Setelah air dirasa panas, dituang ke gelas yang berisi madu dan kopi hitam.
Tak berapa lama wedang madu pesanan sang suami
sudah tersedia dan diletakkan di meja. Sang istri melanjutkan pekerjaannya
beres-beres rumah.
Sumber: TX Travel Pusat, Wisata Kopi |
“Mi, mana wedang madunya.”, tanya suami.
“Itu Bi, di meja”, jawab istri.
“Dimana.... nggak ada ni”, tanya suami.
“Masya Allah, ini lho bi, tengoklah ni”, sang
istri datang menghampiri suaminya sambil mendekatkan gelas berisi wedang madu
ke suaminya.
Sang suami terheran berkerut alisnya, “Ini apaan”
“Ya, wedang madu lah. Tengok ni”
“Khan Abi minta wedang madu kok dibikinin kopi”,
kata suami.
“Loh iya, minta wedang madu khan. Ini tadi dah
ummi kasih kopi sama madu” jelas sang istri.
“Masak wedang madu kayak gini. Wedang madu itu
air panas ya air wedang dikasih madu. Bukan dikasih kopi.” Kata suami.
“Ya enggaklah, namanya wedang itu ya kopi. Trus
abi minta dikasih madu, tadi udah ummi tambahin madunya. Dah bener khan?” kata
istri.
Deg. Astagfirullah, Barulah sang istri ingat ibu
mertuanya pernah menyebut air panas dengan kata “wedang”. Di tempat tinggal
salah satu sahabatnya sewaktu SMA mereka mengatakan air panas itu juga dengan
sebutan “wedang”. Sedangkan di daerah tempat kelahiran sang istri artinya
sedikit berbeda “wedang artinya air
kopi”.
Apa mau dikata, kopi sudah dicampur dengan madu,
diminumlah itu dulu.......hihihi
Thanks Mbak Vidi Tampi yang sudah menentukan tema kali ini.