Baju Kematian
Dengan takut-takut aku memandangi wajah itu. Padahal
biasanya ketika memandangnya setiap hari saat bertemu kami biasa saja malah
tersenyum. Tapi kali ini beda rasanya. Tak sedikitpun senyum tersungging di
bibirnya, juga tidak dengan ku. Kami tidak saling marah. Bagaimana aku bisa
tersenyum........
Mata itu kini tertutup untuk selamanya. Aku tidak
tahu apa yang harus dilakukan. Tidak tahu harus bagaimana. Diam saja, sesaat
tak bisa menangis karena berharap ini hanya mimpi. Ketika sadar ini bukan mimpi
barulah isak tangisku pecah tak terasa air mata mengalir tanpa diperintah.
Kesedihan tiba-tiba menyelimuti suasana subuh ini. Merambat dengan cepat.
Innalillahi wa inna ilaihi rojiun. Sesungguhnya segalanya milik Allah dan akan
kembali kepada-Nya.
Tubuh nenek kini terbujur, diam tanpa suara, mulai
kaku dan dingin. Tidak ada lagi kehangatan. Tidak bergerak, tidak berdetak dan
tidak ada hembusan nafas. Hening. Banyak yang tidak tahu apa yang harus
dilakukan. Hanya sebentar saja dalam hitungan menit, tetangga kanan kiri
berdatangan. Akhirnya satu dua orang
tersadar apa yang harus dilakukan selain menangisi kepergian nenek.
“Ahmad, tolong beritahu ustad Thoha kasih tau kalo
nenek sudah meninggal sekalian minta tolong ustad untuk mengumumkan lewat
pengeras suara yang di masjid,” kata pak RT dengan sigap meminta tolong kepada
tetanggaku.
“Bapak-bapak yang lain mari kita mengambil tenda dan
kursi ke tempat saya,” lanjut pak RT.
Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan. Sampai bu
Narti memberitahuku untuk menutupkan mulut nenek yang sedikit membuka dengan
cara mengikatkan kain dan menutupkan kain ke tubuh nenek. Ibu-ibu yang lain
kulihat semuanya mulai membantu mulai dari mengatur posisi tidur jenazah,
menyiapkan dan membersihkan rumah kecil yang kami tempati. Aku memang hanya
tinggal berdua dengan nenek saja. Kasihan bila nenek tinggal sendiri. Tapi
beliau juga tidak mau tinggal bersama anak-anaknya dengan alasan tidak mau
merepotkan. Maka akulah cucu yang ditugaskan orang tuaku untuk tinggal dan
menemani nenek di hari tuanya sambil mengajar di salah satu sekolah SD yang
memang dekat dengan rumah nenek. Orang tuaku tinggal berbeda kota.
Hampir setengah jam aku larut dalam kesedihan sampai
tiba-tiba HP ku berbunyi ada sms masuk. Barulah teringat mengabari ayah ibu
dan keluarga yang lain. Berurai air
mata, ku kabari saudara-saudara family handai taulan dan juga teman-teman atas
kepergian nenek. Dan kupesankan kepada mereka untuk memberi kabar kepada yang
lain. Nada ringtone panggilan masuk berbunyi. Ayah langsung menelepon,
“Assalamu’alaikum, Kim..... kapan nenek meninggal?”
“Ja.... jam 5 tadi, Ayah.” Sambil sesenggukan air
mata semakin deras.
“Ya sudah ini Ayah segera naik bus ke tempat nenek,
coba tolong kasih teleponnya ke pak Hasan. Ayah mo ngomong sebentar,”
lamat-lamat kudengar suara tangis ibu di seberang telpon. Kuberikan HP ku ke
pak Hasan teman waktu SMA yang juga sekaligus menjadi ketua RT, yang sudah
kembali dengan mengendarai pick up membawa tenda dan kursi.
“Pak RT ini ada telpon dari Ayah, katanya mau bicara
sama pak RT.” Entah pembicaraan apa antara Ayah dan Pak RT, karena memang HP
nya tidak di loadspeaker suaranya.
“Nak Kimmy, kata Ayah nanti untuk kain kafannya pakai
kain kafan nenek yang ada di lemari. Itu wasiat yang pernah nenek sampaikan
semasa hidup. Kurang lebih 2 jam lagi Ayah sama Ibu nak Kimmy akan sampai
disini. Sekarang tolong ambil kain kafannya ya “ kata pak RT.
Ayah dan Pak RT memang akrab teman waktu SMA.
Sehingga bila ada keperluan apapun, Ayah berpesan untuk minta tolong ke pak RT.
Kami sudah seperti keluarga. Makin lama tetangga, saudara dan teman-teman
banyak berdatangan. Bu Narti yang juga istri dari pak Hasan, ketua RT kami tak
berapa lama sudah membawa Ustadzah Mulia yang nanti membantu menyiapkan kain
kafan dan memandikan jenazah nenek.
Dengan tangisan yang mereda, mata sembab, hidung
seperti orang yang terkena flu, segera aku mengambil kain kafan seperti yang
dikatakan Ayah di telepon.
Lemari tua itu berderit ketika dibuka, pertanda
engsel-engsel yang mulai berkarat. Cek satu per satu tumpukan baju-baju yang
ada disana. Ada bungkusan plastik bening berisi kain putih di tumpukan pojok
kanan atas. Bungkusan itu ......... (Bersambung)