Guruku Inspirasiku
Teng teng teng.... Bel berbunyi tanda
istirahat. Guru piket selalu siap mengecek jadwal jam pelajaran untuk memastikan
bel sekolah berbunyi. Bel ini terbuat dari besi seperti kaleng tengkurap
tergantung di pojok kantor sekolah, yang dipukul dengan batu/ besi panjang
pertanda jam masuk, istirahat atau pulang sekolah.
Riuh ramai suara anak-anak di sekolah
SD negeri ini. SDN Sawahan 2 terletak di lereng pegunungan Wilis yang suhunya
dingin dan dipenuhi hutan pinus. Mata
pencaharian masyarakat disitu tentu saja bertani karena tanahnya yang subur dan
sumber mata air melimpah. Yang tidak punya sawah atau ladang, bisa menyewa
lahan orang lain untuk diolah dan hasilnya di bagi dua dengan sang pemilik
lahan. Pilihan lainnya yaitu menyadap getah pinus, menanam dengan cara tumpang sari memakai lahan
perhutani. Pekerjaan lainnya yang bisa dilakukan yaitu mengambil hasil dari
hutan seperti memetik jamur, memetik nangka, mengumpulkan daun pisang, daun
pakis hutan, rebung bambu dan masih banyak lagi. Ada juga diselingi berburu berbagai macam binatang, ada ayam hutan, burung,
monyet, rusa, babi hutan, harimau, singa dan lain sebagainya. Setelah hasil hutan di dapatkan selain untuk
makan sehari-hari, juga biasa dijual ke pasar untuk membeli keperluan lainnya.
“Yeeeeee, istirahat. Ayo ke tempat
mbah mi”, teriak salah satu murid.
“Enggak ah, aku mau kesana aja......”, timpal
yang lain. Warung mbah mi adalah favorit anak-anak, padahal jualannya tidak
banyak, hanya jajan-jajan sederhana, tapi ada yang unik, yang tak dijual oleh
pedagang lain. Makanan yang terbuat dari tepung singkong. Bukan hasil olahan
pabrik, tapi olahan sederhana dari mbah mi sendiri, mulai dari bahan bakunya
sampai pengolahan dan pengemasannya. Singkong/ ketela pohon yang sudah dipetik,
di kupas kemudian dimasukkan ke dalam karung untuk direndam di sungai. Jangan
membayangkan iih, sungai nya kotor, untuk buang kotoran sampah, bau, dan lain
sebagainya. Tidak!!
Sungai di tempat itu sangat bening
airnya dan bersih karena memang langsung mengalir dari mata air di hutan.
Perendaman singkong dilakukan kurang lebih 1 minggu. Setelah 1 minggu, singkong
akan di jemur hingga kering, disebut gaplek (bahasa jawa). Bila sudah menjadi gaplek, singkong akan tahan lama untuk diolah menjadi makanan yang
lain, seperti gathot (makanan pengganti beras), tiwul (hampir sama dengan
gathot, hanya saja di sajikan dengan garam dan kelapa parut). Bahan gaplek
inilah yang kemudian oleh mbah mi di tumbuh halus dalam lumpang (alat penumbuk
yang terbuat dari kayu besar yang dilubangi) hingga menyerupai tepung. Tepung
gaplek ditambah dengan bumbu-bumbu bawang putih, garam, ketumbar, garam, air
diaduk secara merata, untuk kemudian di cetak berbentuk lingkaran-lingkaran
seperti cincin. Setelah dicetak maka akan digoreng dan dikemas didalam kantong
plastik kecil yang ujung plastiknya ditutup dengan tehnik menyulutkan ke lampu
ublik (lampu yang terbuat dari sumbu kain dan berbahan bakar minyak tanah)
dengan nyala api kecil dan dilengketkan dengan cepat menggunakan jari tangan.
Dan, tarraaa....... Jadilah makanan unik ala mbah mi, dikenal dengan nama alen-alen.
Prosesnya yang masih tradisional memang berpengaruh terhadap rasa alen-alen
yang unik dan gurih, tapi keras!!
Waktu istirahat sekolah bagi anak
seusia SD, seperti sebuah kebebasan, layaknya burung yang terlepas dari
sangkarnya. Banyak kegiatan yang mereka lakukan, menghabiskan uang jajan,
membeli jajan kesukaannya, bermain karet, kelereng, lompat tali, dakon, gobak
sodor, dan permainan anak-anak desa pada umumnya. Meski demikian ada juga yang
hanya ngobrol, bercanda, berkumpul mengelilingi guru favoritnya atau berkunjung
ke perpustakaan sederhana milik sekolah dengan koleksi bukunya yang terbatas.
Aku pilih yang mana ya...... Bila uang
jajanku masih ada maka aku lebih memilih untuk membelikan makanan kesukaanku
alen-alen. Selain rasanya gurih, enak, juga keras. Sehingga tahan lama
mengunyahnya, awet. Dimakan nggak habis-habis. Ini alasan yang polos ya...he he
he. Selain itu juga karena ketika membeli alen-alen sering dapat bonusan dari
mbah mi. Ssssttttt ini rahasia, karena sebenarnya mbah mi adalah saudara
kandung dari nenekku.
Kalau lagi tak punya uang, aku akan
mengubek-ubek buku perpustakaan. Segala macam buku ku baca dan yang paling
cepat selesai adalah jika buku fiksi/ buku cerita yang kubaca. Ketika koleksi
buku cerita sudah habis semuanya terbaca, barulah melirik buku-buku yang lain.
Yang penting membaca. Suatu ketika ada kosakata di dalam buku yang tak kumengerti,
maka aku akan menanyakan kepada guruku waktu di kelas 6 yaitu pak Rachmat. Ya,
kegilaanku pada buku memang meningkat ketika kelas 6, hal ini bukan tanpa
alasan. Selalu ada cerita di baliknya.
Pada suatu hari........ (Nadanya ala
atuk-atuk malay ciee...)
Ada kosakata di dalam buku yang tak
kumengerti, maka aku akan menanyakan kepada guruku waktu itu di kelas 6 yaitu
pak Rachmat. Udah kusampaikan khan tadi.......
Satu waktu, itu hanya iseng tapi
tanggapan dari pak Rachmat sungguh diluar dugaan. Beliau menjawab dengan
senyuman, penuh antusias dan disertai pujian. Ya, ini poin nya. Hal itu menjadi
cambukan semangat yang luar biasa.
Sehingga hari itu, besoknya, besok lagi dan seterusnya menjadi hari-hari yang
tak terlepas dari buku. Hampir seluruh koleksi buku di perpustakaan, pernah ku
baca. Walaupun kadang-kadang niat membaca bukan karena ingin tau isi bukunya,
tapi karena ingin menemukan kosakata yang sulit yang bisa kutanyakan kembali
kepada guru favoritku pak Rachmat, ingat ya pak Rachmat, pake “ch” ......
Ada satu kosa kata yang paling ku
ingat sampai sekarang ini, ketika kenangan itu berlalu sudah lebih dari puluhan
tahun yang lalu.
“Pak ngapunten, ndherek pirso, Niki
nopo bedane antara Merajalela kalih Maharajalela?”, tanyaku.
(Pak maaf mau nanya, ini apa bedanya
antara merajalela dengan maharajalela?)
“O, kalo maharajalela itu lebih dari
merajalela.”, jawab pak Rachmat. Dan masih panjang lebar jawaban yang beliau
sampaikan.
Berawal dari antusiasme pak Rachmat
dalam menjawab pertanyaanku waktu itu, menjadi awal kebiasaan yang baik dan
sangat berkesan. Tidak hanya buku-buku cerita saja yang akhirnya kubaca,
buku-buku pelajaran pun selalu kubaca walaupun belum tentu saat membaca bisa
langsung faham isinya. Dan berkat kebiasaan itu, sampai sekarang merupakan
sebuah keasyikan tersendiri ketika membaca.
Efeknya, meski di kelas 1-5 aku bukan
termasuk murid berprestasi jangankan masuk rangking 3 besar, masuk 10 besar pun
tidak. Secara mengejutkan ketika hasil UN (Ujian Nasional) di umumkan, namaku
di sebut sebagai peringkat ke 4 NEM tertinggi. Subhanallah, dari sinilah aku
baru sadar ternyata kita bisa alah biasa. Dan akhirnya prestasi itu tetap bisa
di pertahankan sampai di bangku perkuliahan. Buku jendela dunia. Buku adalah
gerbangnya ilmu pengetahuan. Yang bisa kau lihat dan kau pahami dengan “MEMBACA”.
Yukkkk Budayakan membaca.
Dan ketika tulisan ini Anda baca, guru
favoritku pak Rachmat sudah tiada. Semoga Allah senantiasa mengampunkan segala
dosa-dosa guru kami dan melapangkan kuburnya serta menerima segala amal
baiknya. Terima kasih pak atas antusiasmu waktu itu, terima kasih atas pujianmu
waktu itu. Terima kasih atas ilmu yang kau berikan, yang belum dapat kami memberikan
balasan. Kini kami hanya bisa berbagi pengalaman, agar kami sebagai murid senantiasa
mengingat jasa baik guru-guru kami. Dan sebagai guru, kami bisa meneladani hal
sederhana yang pernah Bapak lakukan. Walaupun sederhana tapi ternyata efeknya
ternyata luar biasa.
Terima kasih Pak Rachmat.....
serasa baca cerpen mb.
BalasHapushihihi.
Keren mb.
masih inget aja guru jaman SD.
hihii
masih harus banyak belajar sama mbak desy, saye...
HapusTerimakasih sudah berbagi cerita mbak, jadi teringat masa sekolah hehe
BalasHapusmasa yang paling indah.......
HapusNice story. Saat membaca, bisa memebayangkan tempat-tempat yang disebut :)
BalasHapus