Orang tua adalah pendidik
pertama bagi anak-anaknya. Riset banyak membuktikan bahwa anak anak yang
tercerabut dari orangtuanya pada usia dini baik karena perang, bencana alam,
perceraian, boarding school dll akan banyak mengalami gangguan kejiwaan, sejak
perasaan terasing (anxiety), perasaan kehilangan kelekatan atau attachment,
sampai kepada depresi. Kelak ketika dewasa memiliki masalah sosial dan
seksualitas seperti homoseksual, membenci perempuan, curiga pada hubungan dekat
dan lain sebagainya.
Tahapan pendidikannya adalah sebagai berikut:
a. Usia 0-2 tahun, anak lelaki dan perempuan didekatkan
pada ibunya karena ada menyusui.
b. Usia 3 - 6 tahun anak
lelaki dan anak perempuan harus dekat dengan ayah ibunya agar memiliki
keseimbangan emosional dan rasional apalagi anak sudah harus memastikan
identitas seksualitasnya sejak usia 3 tahun.
Kedekatan paralel ini membuat anak secara imaji mampu
membedakan sosok lelaki dan perempuan, sehingga mereka secara alamiah paham
menempatkan dirinya sesuai seksualitasnya, baik cara bicara, cara berpakaian
maupun cara merasa, berfikir dan bertindak sebagai lelaki atau sebagai
perempuan dengan jelas. Ego sentris mereka harus bertemu dengan identitas
fitrah seksualitasnya, sehingga anak di usia 3 tahun dengan jelas mengatakan
"saya perempuan" atau "saya lelaki"
Bila anak masih belum atau tidak jelas menyatakan
identitas gender di usia ini (umumnya karena ketiadaan peran ayah ibu dalam
mendidik) maka potensi awal homo seksual dan penyimpangan seksualitas lainnya
sudah dimulai.
Hati hati memasukkan anak kita ke PAUD yang gurunya tidak
sepasang, karena bisa mengganggu keseimbangan emosional dan rasional. Anak
lelaki yang gurunya lebih banyak perempuan berpotensi "melambai",
sementara anak perempuan gurunya lebih banyak lelaki cenderung tomboy dsbnya.
c. Usia 7 - 10 tahun, anak lelaki lebih didekatkan kepada
ayah, karena di usia ini ego sentrisnya mereda bergeser ke sosio sentris,
mereka sudah punya tanggungjawab moral, kemudian di saat yang sama ada perintah
Sholat.
Maka bagi para ayah, tuntun anak untuk memahami peran
sosialnya, diantaranya adalah sholat berjamaah, bermain dengan ayah sebagai
aspek pembelajaran untuk bersikap dan bersosial kelak, serta menghayati peran
kelelakian dan peran keayahan di pentas sosial lainnya.
d. Usia 10 - 14? Nah inilah tahap kritikal, usia dimana
puncak fitrah seksualitas dimulai serius menuju peran untuk kedewasaan dan
pernikahan.
Di tahap ini secara biologis, peran reproduksi
dimunculkan oleh Allah SWT secara alamiah, anak lelaki mengalami mimpi basah
dan anak perempuan mengalami menstruasi pada tahap ini. Secara syahwati, mereka
sudah tertarik dengan lawan jenis.
Maka agama yang lurus menganjurkan pemisahan kamar lelaki
dan perempuan, serta memberikan warning keras apabila masih tidak mengenal
Tuhan secara mendalam pada usia 10 tahun seperti meninggalkan sholat. Ini semua
karena inilah masa terberat dalam kehidupan anak, yaitu masa transisi anak
menuju kedewasaan termasuk menuju peran lelaki dewasa dan keayahan bagi anak
lelaki, dan peran perempuan dewasa dan keibuan bagi anak perempuan.
Maka dalam pendidikan fitrah seksualitas, di tahap usia
10-14 tahun, anak lelaki didekatkan ke ibu, dan anak perempuan didekatkan ke
ayah. Apa maknanya?
Anak lelaki didekatkan ke ibu agar seorang lelaki yang di
masa balighnya sudah mengenal ketertarikan pada lawan jenis, maka di saat yang
sama harus memahami secara empati langsung dari sosok wanita terdekatnya, yaitu
ibunya, bagaimana lawan jenisnya harus diperhatikan, dipahami dan diperlakukan
dari kacamata perempuan bukan kacamata lelaki. Bagi anak lelaki, ibunya harus
menjadi sosok wanita ideal pertama baginya sekaligus tempat curhat baginya.
Anak lelaki yang tidak dekat dengan ibunya di tahap ini,
tidak akan pernah memahami bagaimana memahami perasaan, fikiran dan pensikapan
perempuan dan kelak juga istrinya. Tanpa ini, anak lelaki akan menjadi lelaki
dewasa atau suami yang kasar, egois dsbnya.
Pada tahap ini, anak perempuan didekatkan ke ayah agar
seorang perempuan yang di masa balighnya sudah mengenal ketertarikan pada lawan
jenis, maka disaat yang sama harus memahami secara empati langsung dari sosok
lelaki terdekatnya, yaitu ayahnya, bagaimana lelaki harus diperhatikan,
dipahami dan diperlakukan dari kacamata lelaki bukan kacamata perempuan. Bagi anak
perempuan, ayahnya harus menjadi sosok lelaki ideal pertama baginya sekaligus
tempat curhat baginya.
Anak perempuan yang tidak dekat ayahnya di tahap ini,
kelak berpeluang besar menyerahkan tubuh dan kehormatannya pada lelaki yang
dianggap dapat menggantikan sosok ayahnya yang hilang dimasa sebelumnya.
Semoga kita dapat merenungi mendalam dan menerapkannya
dalam pendidikan fitrah seksualitas anak anak kita, agar anak anak lelaki kita
tumbuh menjadi lelaki dan ayah sejati, dan agar anak anak perempuan kita tumbuh
menjadi perempuan dan ibu sejati.
#Day3
#Bunsaylevel11
#Fitrahseksualitas
#kuliahbundasayangII
Tidak ada komentar:
Posting Komentar